Senin, 11 April 2011

Cara-cara penyelesaian sengketa : Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan.

Dalam rumusan UU No. 30 Tahun 1999 sebagaimana judulnya yang lebih menekankan pada arbitrase, akan dapat dilihat bahwa pada dasarnya UU No. 30 Tahun 1999 lebih banyak mengatur mengenai ketentuan arbitrase, mulai dari tata cara, prosedur, kelembagaan, jenis-jenis, maupun putusan dan pelaksanaan putusan arbitrase itu sendiri. Ketentuan mengenai alternatif penyelesaian sengketa selain arbitrase itu sendiri hanya diatur dalam satu pasal yaitu pasal 6, yang nota bene tidak memberikan banyak arti bagi pranata alternatif penyelesaian itu sendiri.

UU No. 30 Tahun 1999 hanya mengatur penyelesaian sengketa dalam lingkup perdagangan yang meliputi segala sesuatu yang sepenuhnya berada dalam kewenangan para pihak untuk menyelesaikannya. Untuk alternatif penyelesaian sengketa bidang lainnya diatur dalam undang-undang tersendiri yang diatur khusus misalnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk menyelesaikan sengketa perpajakan di luar pengadilan; Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimana dalam salah satu pasalnya mengatur mengenai penyelesaian sengketa masalah perlindungan konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana didalamnya diatur mengenai penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan mengenai masalah lingkungan hidup.

Pranata penyelesaian sengketa alternatif pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan pada suatu kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut (win-win solution). Arbitrase dalam Pasal 1 (1) UU No. 30 Tahun 1999 adalah : “Penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.” Berdasarkan hal tersebut alternatif penyelesaian sengketa bersifat sukarela dan oleh karenanya tidak dapat dipaksakan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang bersengketa. Walaupun demikian, sebagai salah satu bentuk perjanjian, kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan harus ditaati oleh para pihak.

Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan-kelebihan yang antara lain sebagai berikut :

-Prosedur tidak berbelit dengan keputusan yang dapat dicapai dalam waktu relatif singkat.

-Biaya lebih murah.

-Dapat dihindari ekspose dari keputusan di depan umum.

-Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh arbitrase.

-Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak.

Pada tahun 1977 di Indonesia didirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (selanjutnya disebut BANI) yang merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa masalah-masalah perdagangan, industri dan keuangan. Akan tetapi walaupun telah lama didirikan akan tetapi eksistensinya kurang diketahui oleh masyarakat karena awamnya pengetahuan masyarakat akan adanya badan alternatif penyelesaian sengketa itu sendiri.

Suatu hal yang sangat lumrah tentang sifat manusia yang selalu merasa tidak puas dan merasa bahwa suatu putusan yang dijalankan secara win-win solution melalui badan arbitrase itu tidak adil terlebih apabila suatu ketika ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang ada dari pihak lawan yang menggunakan segala cara untuk mempengaruhi hasil putusan arbitrase sehingga pada akhirnya jalur pengadilan ditempuh untuk membatalkan putusan dari badan arbitrase tersebut.

Salah satu contoh kasus tentang pembatalan putusan salah satu badan arbitrase yakni BANI oleh Pengadilan Negeri Kudus yang terjadi di kota Kudus Jawa Tengah dengan perkara arbitrase No. 147/IV/ARB/BANI/2001 tentang kasus Kertas Uang RI antara PERUM PERURI (Percetakan Uang Republik Indonesia) sebagai Pemohon Arbitrase dengan PT. Pura Baru Tama sebagai Termohon Arbitrase.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar